Bila Anda seorang kiper, hafalkan rumus ini: (((X+Y+S)/2)x((T+I+2B)/4))+(V/2)-1. “Itu rumus tendangan penalti,” kata David Lewis, matematikawan asal Inggris. Maksudnya, berkat rumus itu, penendang penalti bisa dengan mudah menceploskan bola. Nah, jika kiper tahu rumus itu, ia juga bisa mematahkannya dengan gampang.
Apa arti rumus itu? X adalah penempatan bola dari titik pusat gawang, Y merupakan ketinggian terbang bola, S jumlah langkah yang diambil sebelum menendang. T adalah waktu antara meletakkan bola di titik putih dan eksekusi. I adalah waktu antara inisiatif pertama penjaga gawang untuk bergerak dan bola ditendang. B adalah posisi kaki yang menendang. Adapun V merupakan kecepatan bola begitu ditendang. Jika tak sempat menghapal rumus itu, tak perlu khawatir. Ada cara lain untuk menangkal eksekusi penalti.
Apa arti rumus itu? X adalah penempatan bola dari titik pusat gawang, Y merupakan ketinggian terbang bola, S jumlah langkah yang diambil sebelum menendang. T adalah waktu antara meletakkan bola di titik putih dan eksekusi. I adalah waktu antara inisiatif pertama penjaga gawang untuk bergerak dan bola ditendang. B adalah posisi kaki yang menendang. Adapun V merupakan kecepatan bola begitu ditendang. Jika tak sempat menghapal rumus itu, tak perlu khawatir. Ada cara lain untuk menangkal eksekusi penalti.
Menurut Ofer Azar, ahli psikologi ekonomi di Israel, diam di tengah gawang adalah cara terbaik buat kiper menepis bola hasil eksekusi penalti.
Temuan itu menjadi sebuah paradoks. Sebab, 93,7 persen dari kejadian tendangan penalti, kiper justru tidak diam di tempatnya. Mereka memilih untuk melompat.
Azar menganalisis 286 tendangan penalti yang terjadi dalam pertandingan antarnegara elite sepak bola di dunia. Dari sana terungkap, 33,3 persen penyelamatan gawang dari ekskusi penalti terjadi oleh kiper yang diam di tempat. Bandingkan dengan hanya 12,6 persen kegagalan eksekusi penalti karena kipernya melompat ke kanan dan 14,2 persen ketika kiper menerjang ke kiri.
Para peneliti masalah ini percaya bahwa anomali itu merupakan bentuk kebalikan manifestasi dari apa yang dikenal dalam psikologi ekonomi sebagai efek inaksi atau bias penghilangan. Efek atau bias itu bermakna bahwa orang-orang cenderung menderita penyesalan yang jauh lebih dalam setelah sebuah tindakan negatif yang dilakukannya ketimbang atas tindakan yang belum sempat dilakukannya.
Dalam kasus penjaga gawang, para kiper akan merasa sangat menyesal apabila membiarkan sebuah gol terjadi dengan hanya diam di tengah gawang. Kalau mereka melompat, setidaknya mereka akan merasa sudah mencoba untuk menyelamatkan gawang yang menjadi tanggung jawabnya.
Asumsi itu sejalan dengan survei yang dilakukan Azar dan kawan-kawannya terhadap 32 kiper di liga domestik Israel. Dari 15 kiper yang menyatakan bahwa penempatan posisi bisa membuat beda perasaan bersalah ketika gol terjadi dari eksekusi penalti, 11 di antaranya mengaku merasa sangat menyesal jika mereka diam di tengah dan tidak melompat.
Azar bisa saja benar. Dan tak ada salahnya para kiper membuktikannya. Tapi, satu hal yang pasti, jangan pernah biarkan para striker mengetahui tip ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar